Rabu, 12 Oktober 2016

Menjual Ayat Allah?

Maaf kalo menganggu ustadz. Mau tanya, bolehkah kita berdakwah sambil bermuamalah? Tempat untuk muamalah seperti fanpage facebook dijadikan juga utk memberikan ilmu agama dan dunia.

Apakah itu termasuk hadist menjual ayat2 Allah?



Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada beberapa peringatan mengenai menjual ayat Allah dalam al-Quran. Diantaranya,
Allah berfirman,

ﻭَﻻَ ﺗَﺸْﺘَﺮُﻭﺍْ ﺑِﺂﻳَﺎﺗِﻲ ﺛَﻤَﻨﺎً ﻗَﻠِﻴﻼً ﻭَﺇِﻳَّﺎﻱَ ﻓَﺎﺗَّﻘُﻮﻥِ

“Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa..” (QS. al-Baqarah: 41)

Allah juga berfirman,

ﻓَﻼَ ﺗَﺨْﺸَﻮُﺍْ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﻭَﺍﺧْﺸَﻮْﻥِ ﻭَﻻَ ﺗَﺸْﺘَﺮُﻭﺍْ ﺑِﺂﻳَﺎﺗِﻲ ﺛَﻤَﻨًﺎ ﻗَﻠِﻴﻼً

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (QS. al-Maidah: 44)

Sasaran Utama Ayat


Sasaran utama ketika ayat ini diturunkan adalah sebagai peringatan untuk para pembesar yahudi, seperti Huyai bin Akhtab, Ka’ab al-Asyraf, atau pemuka yahudi lainnya. Sebelum islam datang, para pemuka yahudi mendapatkan upeti dan uang sogokan dari masyarakatnya. Setiap kali mereka mengeluarkan fatwa atau membacakan taurat, atau melakukan ritual yahudi, mereka diberi bayaran oleh masyarakat. Banyak masyarakat sekitar Madinah, baik yahudi maupun orang musyrik, yang menjadi korban mereka.

Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin tiba di madinah, mereka khawatir, jika nanti sampai banyak masyarakat Madinah, terutama yang yahudi masuk islam, maka mereka tidak lagi mendapatkan uang upeti, sogok atau minimal pemasukan mereka akan berkurang.

Karena alasan ini, mereka berusaha menghalangi masyarakat Madinah, terutama masyarakat yahudi, agar tidak mengikuti dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. padahal mereka tahu dengan yakin, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi terakhir seperti yang disebutkan dalam taurat.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan,

ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻻ ﺗﻌﺘﺎﺿﻮﺍ ﻋﻦ ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺍﻹﻳﻀﺎﺡ ﻭﻧﺸﺮ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﻨﺎﻓﻊ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺎﻟﻜﺘﻤﺎﻥ ﻭﺍﻟﻠﺒﺲ ﻟﺘﺴﺘﻤﺮﻭﺍ ﻋﻠﻰ ﺭﻳﺎﺳﺘﻜﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺍﻟﻘﻠﻴﻠﺔ ﺍﻟﺤﻘﻴﺮﺓ ﺍﻟﺰﺍﺋﻠﺔ ﻋﻦ ﻗﺮﻳﺐ

Maknanya, janganlah kalian mengambil dunia, dengan sengaja menyembunyikan penjelasan, informasi, dan tidak menyebarkan ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat, serta membuat samar kebenaran. Agar kalian bisa mempertahankan posisi kepemimpinan kalian di dunia yang murah, rendah, dan sebentar lagi akan binasa. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/244).

Dan makna [ ﺛَﻤَﻨﺎً ﻗَﻠِﻴﻼً ] “harga yang rendah” adalah dunia seisinya.

Harun bin Zaid menceritakan,

ﺳﺌﻞ ﺍﻟﺤﺴﻦ ، ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ ، ﻋﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ‏( ﺛﻤﻨﺎ ﻗﻠﻴﻼ ‏) ﻗﺎﻝ : ﺍﻟﺜﻤﻦ ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺑﺤﺬﺍﻓﻴﺮﻫﺎ

Hasan al-Bashri pernah ditanya tentang firman Allah, [ ﺛَﻤَﻨﺎً ﻗَﻠِﻴﻼً ] “harga yang rendah”. Kata beliau, “Harga yang rendah adalah dunia seisinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/243).

Cakupan Tafsir


Cakupan tafsir ayat ini tidak berbeda dengan latar belakang Allah menurutkan ayat di atas. Siapa saja yang sengaja menyembunyikan kebenaran, dengan harapan agar bisa mendapatkan dunia atau mempertahankan penghasilan, termasuk diantara bentuk menjual ayat Allah dengan harga yang murah.

Di masyarakat kita, terkadang ada sebagian tokoh yang dia bertugas sebagai pemuka adat dan tradisi. Untuk sekali memimpin ritual, dia akan dibayar oleh penyelenggara. Tentu saja, banyak yang melanggar syariat.

Ketika dakwah kebenaran telah sampai kepadanya, dia paham, bahwa yang dia lakukan melanggar syariat, dan dia merasa berat untuk mengikuti dakwah itu.
Bahkan terkadang dia menghalangi dakwah kebenaran itu, dengan maksud agar masyarakat tetap mempertahankan tradisi meyimpang itu.

Karena itu, berdakwah sambil jual beli, tidak termasuk menjual ayat-ayat Allah.
Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber:
konsultasisyariah.com

Minggu, 09 Oktober 2016

Apakah Anda Tidak Takut Berbuat Bid’ah?


Apakah anda mengira, memperingatkan ummat dari bid’ah itu demi kepentingan sebuah organisasi?

Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang bahaya bid’ah itu demi kepentingan sebuah partai politik?

Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang amalan-amalan bid’ah itu demi mendapatkan secuil harta dunia?

Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang jeleknya bid’ah itu demi mempertahankan tradisi nenek moyang?

Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang kerugian pelaku bid’ah itu agar dikenal sebagai orang alim yang paling pandai?

Apakah anda mengira, memperingatkan ummat agar meninggalkan bid’ah itu demi membela tokoh Fulan dan Allan?

Demi Allah, sama sekali tidak. Bahkan nyatanya para pelaris kebid’ahan lah yang memiliki tendensi-tendensi demikian. Dan sungguh, kita hendaknya enggan dan takut berbuat bid’ah karena takut kepada Allah Ta’ala .

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala menyatakan bahwa ajaran Islam sudah sempurna, tidak butuh penambahan. Membuat amalan-amalan ibadah baru sama saja dengan memberikan ‘catatan kaki’ pada firman Allah Ta’ala :

ﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺃَﻛْﻤَﻠْﺖُ ﻟَﻜُﻢْ ﺩِﻳﻨَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺗْﻤَﻤْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻧِﻌْﻤَﺘِﻲ ﻭَﺭَﺿِﻴﺖُ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﺈِﺳْﻠَﺎﻡَ ﺩِﻳﻨًﺎ

“ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ” (QS. Al Maidah: 3)

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala melarang kita berselisih ketika Qur’an dan sunnah sudah sangat jelas dalam menjelaskan ajaran agama ini secara sempurna, dari masalah tauhid hingga adab buang air besar, sama sekali tidak perlu penambahan lagi. Allah
Ta’ala berfirman:

ﻭَﻻ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﻛَﺎﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮﺍ ﻭَﺍﺧْﺘَﻠَﻔُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻣَﺎ ﺟَﺎﺀَﻫُﻢُ ﺍﻟْﺒَﻴِّﻨَﺎﺕُ ﻭَﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﻋَﻈِﻴﻢٌ

“ Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat ” (QS. Al Imran: 105)

Ash Shabuni berkata: “Maksud ayat ini adalah, janganlah berlaku seperti orang Yahudi dan Nasrani yang mereka berpecah-belah dalam masalah agama karena mengikuti hawa nafsu mereka padahal ayat-ayat yang datang kepada mereka sudah sangat jelas” (Shafwatut Tafasir , 202).

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

ﻓَﻠْﻴَﺤْﺬَﺭِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺨَﺎﻟِﻔُﻮﻥَ ﻋَﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﺃَﻥْ ﺗُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﺃَﻭْ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ

“ Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Allah itu takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih ” (QS. An Nuur: 63)

Ketika Imam Malik ditanya tentang orang yang merasa bahwa ber-ihram sebelum miqat itu lebih bagus, padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah mensyari’atkan bahwa ihram dimulai dari miqat, maka Imam Malik pun berkata: “Ini menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, dan aku khawatir orang itu akan tertimpa fitnah di dunia dan adzab yang pedih sebagaimana dalam ayat.. (beliau menyebutkan ayat di atas)” ( Al I’tisham , 174).

Menjelaskan perkataan Imam Malik ini, Asy Syathibi berkata: “Fitnah yang dimaksud Imam Malik dalam menafsirkan ayat ini berhubungan dengan kebiasaan dan kaidah ahlul bid’ah, yaitu karena mengedepankan akal, mereka tidak menjadikan firman Allah dan sunnah Rasulullah sebagai petunjuk bagi mereka” (Al I’tisham , 174).

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mengikuti tuntunan Rasul-Nya. Allah Ta’ala pun mengancam orang yang menyelisihi tuntunan Rasul-Nya dengan siksaan yang keras. Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧْﺘَﻬُﻮﺍ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺷَﺪِﻳﺪُ ﺍﻟْﻌِﻘَﺎﺏِ

“ Apa yang datang dari Rasulullah, maka ambilah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya ” (QS. Al Hasyr: 7)

Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang berbuat bid’ah. Tidak anda takut terhadap siksaan Allah yang keras karena melakukan yang dilarang Rasulullah?

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mengancam neraka bagi hamba-Nya yang mengambil cara beragama bukan dari Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺸَﺎﻗِﻖِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻣَﺎ ﺗَﺒَﻴَّﻦَ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻭَﻳَﺘَّﺒِﻊْ ﻏَﻴْﺮَ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻧُﻮَﻟِّﻪِ ﻣَﺎ ﺗَﻮَﻟَّﻰ ﻭَﻧُﺼْﻠِﻪِ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﻭَﺳَﺎﺀَﺕْ ﻣَﺼِﻴﺮًﺍ

“ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali ” (QS. An Nisa: 115)

Ibnu Katsir menjelaskan: “Maksud ayat ini, barang siapa yang menjalani cara beragama yang bukan berasal dari Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam maka ia telah menempatkan dirinya di suatu irisan (syiqq ), sedangkan syariat Islam di irisan yang lain. Itu ia lakukan setelah kebenaran telah jelas baginya” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim , 2/412)

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mencela orang yang membuat-buat syari’at baru yang dalam agama dan menyebut orang-orang yang mengajarkan syari’at baru, lalu ditaati, sebagai sesembahan selain Allah. Sebagaimana perbuatan orang-orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman:

ﺃَﻡْ ﻟَﻬُﻢْ ﺷُﺮَﻛَﺎﺀُ ﺷَﺮَﻋُﻮﺍ ﻟَﻬُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺫَﻥْ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻛَﻠِﻤَﺔُ ﺍﻟْﻔَﺼْﻞِ ﻟَﻘُﻀِﻲَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ

“ Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan ajaran agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih ” (QS. Asy Syura: 21)

Ibnu Katsir berkata: “Mereka (orang-orang musyrik) tidak mengikuti apa yang telah disyariatkan Allah melalui agama Allah yang lurus ini. Bahkan mereka mengikuti syariat dari setan-setan yang berupa jin dan manusia. Mereka mengharamkan apa yang diharamkan oleh setan tersebut, yaitu bahiirah , saaibah , washilah dan haam. Mereka menghalalkan bangkai, darah dan judi, dan kesesatan serta kebatilan yang lain. Semua itu dibuat-buat secara bodoh oleh mereka, yaitu berupa penghalalan (yg haram), pengharaman (yang halal), ibadah-ibadah yang batil dan perkatan-perkataan yang rusak” ( Tafsir Al Qur’an Al Azhim , 7/198)

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah telah mencap sesat orang-orang yang ketika tuntunan Islam sudah ada, mereka malah mempunyai pilihan lain. Bisa jadi pilihan lain ini datang dari ustadz-nya, kiai -nya, syaikh -nya, dari akalnya, atau dari yang lain. Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻟِﻤُﺆْﻣِﻦٍ ﻭَﻟَﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٍ ﺇِﺫَﺍ ﻗَﻀَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ ﺃَﻣْﺮًﺍ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺨِﻴَﺮَﺓُ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻫِﻢْ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﻌْﺺِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻓَﻘَﺪْ ﺿَﻞَّ ﺿَﻠَﺎﻟًﺎ ﻣُﺒِﻴﻨًﺎ

“ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata ” (QS. Al Ahzab: 36)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata: “Tidak layak bagi seorang mu’min dan mu’minah, jika Allah sudah menetapkan sesuatu dengan tegas, lalu ia memiliki pilihan yang lain. Yaitu pilihan untuk melakukannya atau tidak, padahal ia sadar secara pasti bahwa Rasulullah itu lebih pantas diikuti dari pada dirinya. Maka hendaknya janganlah menjadikan hawa nafsu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah dan RasulNya” (Taisiir Kariimirrahman, 665)

Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mengabarkan ada sebagian hamba-Nya yang berbuat kesesatan namun mereka merasa itu amalan kebaikan. Dan demikianlah bid’ah, tidak ada satupun pelaku bid’ah kecuali ia merasa amalan bid’ahnya itu adalah kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:

ﻗُﻞْ ﻫَﻞْ ﻧُﻨَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺄَﺧْﺴَﺮِﻳﻦَ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟًﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺿَﻞَّ ﺳَﻌْﻴُﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﺤْﺴَﺒُﻮﻥَ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﻳُﺤْﺴِﻨُﻮﻥَ ﺻُﻨْﻌًﺎ

“ Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya ” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :

ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻠًﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ

“ Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan berasal dari urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak ” ( Muttafaq ‘alaihi )

Sahabat Nabi, Abdullah bin Umar
Radhiallahu’anhu berkata:

ﻛُﻞَّ ﺑٍﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ ﻭَﺇِﻥْ ﺭَﺁﻫَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺣَﺴَﻨَﺔ

“ Setiap bid’ah itu sesat walaupun orang-orang menganggapnya baik ” (Shahih, sebagaimana penilaian Al Albani dalam takhrij kitab Ishlaahul Masajid hal 13 milik Syaikh Jamaluddin Al Qashimi)

Tidakkah anda takut amalan-amalan yang anda anggap baik, padahal tidak ada tuntunannya dalam agama, kemudian anda mengamalkannya sampai berpeluh-peluh, ternyata hanya sia-sia belaka di hadapan Allah ? Oleh karena itu saudaraku, takutlah kepada Allah dan jauhi perbuatan bid’ah.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber:
muslim.or.id

Jumat, 07 Oktober 2016

Non Muslim itu Kafir


Kafir adalah orang yang beragama selain Islam. Inilah yang ditegaskan oleh syariat. Meski kelihatan sepele tetapi pemahaman dimasyarakat berbeda-beda. Semoga tulisan ini bisa memperjelas. (Adm)

Non Muslim itu Kafir


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc


Selain Islam itu kafir. 


Ini prinsip akidah yang mesti dipahami oleh setiap muslim. Banyak ayat Al Quran yang membuktikan pernyataan di atas. Allah Ta’ala berfirman,

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (QS. Al Bayyinah: 1).

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6).

Syaikh As Sa’di menyatakan, “Mereka dikatakan sejelek-jelek makhluk karena mereka mengetahui kebenaran namun mereka meninggalkannya. Akhirnya mereka menuai kerugian di dunia dan akhirat.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 932).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menuturkan, “Orang Yahudi, Nashrani, dan kaum musyrikin adalah sejelek-jelek makhluk. Ini juga yang disebutkan dalam ayat lainnya,

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (QS. Al Anfal: 55).

Dalam ayat lainnya disebutkan pula,

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (22) وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَأَسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (23)

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). ” (QS. Al Anfal: 22-23).” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 283-284).

Al Qur’an itulah yang jadi peringatan bagi orang-orang kafir. Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ

“Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).” (QS. Al An’am: 19)

هَذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ

“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya.” (QS. Ibrahim: 52)

Ada sebuah riwayat dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang pun dari umat ini (yaitu Yahudi dan Nashrani), lalu ia mati dalam keadaan tidak beriman pada wahyu yang aku diutus dengannya, kecuali ia pasti termasuk penduduk neraka.” (HR. Muslim dalam Al Iman 153, Musnad Ahmad bin Hambal 2: 317)

Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mengkafirkan Yahudi dan Nashrani, maka ia juga ikut kafir. Hal ini berdasarkan kaedah yang sudah digariskan para ulama,

مَنْ لَمْ يَكْفُر الكَافِرَ بَعْدَ إِقَامَةِ الحُجَّةِ عَلَيْهِ فَهُوَ كَافِرٌ

“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir setelah ditegakkan hujjah (penjelasan) baginya, maka ia kafir.”

Hanya Allah yang memberi taufik.



Selesai disusun di pagi hari penuh berkah di Darush Sholihin, 19 Dzulhijjah 1435 H

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber:
rumaysho.com